Senin, 13 Agustus 2012

EndLess Love


 #Prolog#

Hidup itu penuh cinta... Cinta itu penuh pengorbanan.. Berarti hidup itu butuh pengorbanan... Tidak ada yang bisa kita lakukan jika kita tidak mau berkorban.. Meskipun pengorbanan itu akan membuat kita kehilangan.. Kita harus memilih keputusan yang terbaik.. Itulah cara kita hidup di dunia ini..
Tuhan punya cara tersendiri untuk membuat hidup kita lebih berwarna .. Tuhan punya rencana khusus bagi kita dalam melewati hidup ini.. Entah senang, sedih, susah, gembira.. Tuhan telah mengaturnya dengan segala Kekuasaan-Nya..
Dan jangan pernah menyesal menjalani hidup di dunia ini... Lakukan yang terbaik untuk hidupmu ini.. Walau kau harus kehilangan nyawamu sekalipun, asal itu bisa membuat tujuan hidupmu terpenuhi.... Lakukanlah...


_.Ayumi Kuran._



#Bab Satu #
Suara motor menderu keras. Memecah keheningan malam di tengah jalanan kota yang mulai sepi. Beberapa puluh orang berderet di tepi jalan, menyoraki dua orang yang sedang beradu kecepatan. Rilo menghisap rokoknya pelan, menikmatinya sekejap lalu menghembuskannya ke udara. Rasa puas menyelimuti dirinya sekarang. Dia baru saja berhasil mengalahkan salah satu musuh bebuyutannya. Diendarkannya pandangan ke sekelilingnya. Beberapa cewek tampak menetapnya sambil tersenyum manis. Rilo mengerlingkan matanya pada mereka.
“Hei, Bos! Selamat ya!” Ujar seorang cowok mendekati Rilo. Seorang cewek juga ikut menguntit di belakangnya.
“Thanks, Bro.” Jawab Rilo seraya tos dengan cowok itu. Mereka berdua asyik mengobrol kesana-kemari melupakan cewek yang ada di dekat mereka. Cewek itu mencolek cowok yang tadi diikutinya. Barulah mereka menyadari kehadirannya.
“Oh iya, Bos, gue sampe lupa. Ada yang mau kenalan nih sama Bos. Biasa anak dari BM.” Ucap cowok itu mengenalkan cewek yang dibawanya tadi. Rilo memandanginya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lumayan, bisiknya dalam hati.
“Nina,” Katanya seraya mengulurkan tangannya. Senyum manis juga mengulum di bibir merahnya.
“Rilo.” Jawab Rilo datar dan nyaris tanpa ekspresi. Dijabatnya tangan Nina dengan secepat kilat. Ia tidak ingin berlama-lama dengan yang namanya cewek. Muak. Itulah alasannya.
“Eh udah dulu ya. Gue mau cabut sekarang,” Kata Rilo menyudahi perbincangannya. Segera dihampiri motor kesayangannya dan dilajukannya cepat.
*****

Bayangan kelam masa lalu menyelubungi pikiran Rilo. Broken home, membuatnya menjadi seperti ini. Menjadi arogan, egois, nakal, tidak berperasaan, dan lain sebagainya. Sudah banyak julukan yang ia peroleh dari tingkah lakunya selama ini. Penguasa Jalanan dan Jendral Medan Perang hanyalah segelintir julukan untuknya. Sebutan Playboy-pun juga melekat pada diri Rilo. Sekali jalan dia bisa mendapatkan 3-4 cewek sekaligus. Bagaimana tidak? Rilo itu Mr. Perfect! Dia cakep, tinggi, tubuh atletis, kaya. Kurang apa coba? Diduakan, ditigakan, sampai diempatkan-pun para cewek-cewek itu mau asal bisa pajang status sebagai ceweknya Rilo.
Rilo sendiri sebenarnya tidak menganggap mereka sebagai pacarnya. Dia tidak punya perasaan apapun pada mereka. Just for fun! Rasa sakit yang menduduki hatinya juga salah satu alasan kenapa Rilo suka mempermainkan cewek.
Mata Rilo menerawang. Pikirannya terbang jauh mengkhayalkan sesuatu. Andai kalian tahu apa yang aku rasakan,batinnya. Tanpa disadarinya, sebuah truk melaju dari arah yang berlawanan dengan Rilo. Tersentak kaget Rilo membanting setirnya menghindari truk itu. Braak! Rilo menghantam keras sebuah pohon di tepi jalannya. Pandangannya kabur. Hal terakhir yang diingatnya hanyalah seorang gadis yang berlari menghampirinya. Lalu gelap.
*****

Sang aruna malu-malu muncul dari ufuk timur. Membangunkan ilalang dan serangga dari mimpi indahnya. Menerobos celah-celah bingkai jendela, berusaha menyentuh paras-paras wajah yang tertidur nyenyak. Rilo menggeliat di tempat tidur, cahaya matahari membuatnya terpaksa membuka mata. Selama beberapa detik dipandanginya sekeliling tempatnya berada.
“Dimana nih?” Tanyanya begitu sadar kalau ini bukan kamarnya.
“Kamu udah bangun?” Tanya seseorang. Rilo menoleh ke arah asal suara itu. Seorang cewek sedang sibuk melukis di pojok kamar ini. Ia duduk membelakangi Rilo, sehingga menyulitkannya untuk mengetahui wajah cewek itu. “Syukurlah akhirnya kamu sadar juga. Udah satu hari ini kamu nggak bangun-bangun, aku sampai khawatir mikirin kamu.” Ucap cewek itu lagi. Rilo mengerutkan keningnya. Rasanya ia tidak mengenal cewek ini.
“Kamu siapa?” Tanya Rilo. Cewek itu menaruh kuas dan cat minyaknya di meja. Lalu membalikkan tubuhnya memandang Rilo dan tersenyum. Senyum paling cantik yang pernah dilihat Rilo.
“Aku yang nolongin kamu pas jatuh,” Katanya seraya mendekati Rilo. “Namaku Ayumi Kuran.” Sebuha tangan terulur manis ke hadapan Rilo.
“Rilo Davichio.” Jawabnya sambil menjabat tangan Ayumi. Sebuah lesung pipi muncul di pipi kanan Ayumi. Membuat senyumnya terlihat semakin cantik. Entah kenapa Rilo merasa ada perasaan aneh yang muncul dalam benaknya. Hangat juga diam-diam menjalar di kedua tangan yang saling menyatu itu. Tapi Rilo mengabaikannya, diusirnya jauh-jauh pikirannya itu.
“Thanks udah nolongin gue.” Ucap Rilo akhirnya.
“Iya, sama-sama. Aku seneng kok bisa nolong kamu.” Jawab Ayumi lembut. Cantik, baik, lemah lembut, bagaikan bidadari yang turun dari langit. Itulah kesan pertama Rilo untuk Ayumi.
*****

“Bos, Bos kemana aja nih? Masa’ abis settingan langsung ngilang dua hari? Kita ‘kan bingung nyari Bos.. Eh tangan Bos kenapa tuh? Kok bisa biru-biru gitu sih, Bos? Bos abis ngapain aja?” Cerocos Ryan, salah satu anak buah Rilo.
“Ah banyak bacot lu! Udah diem sana, jangan banyak komentar! Ada berita apa aja selama gue gak ada?”
“Itu tuh, Bos, si Alim kemaren dikeroyok sama anak geng NB.”
“Emang punya salah apa dia sampe berurusan sama mereka? Bukannya dia yang paling diem di geng kita?”
“Lha iya itu, Bos, tuh anak dituduh ngerebut ceweknya anggota NB. Mereka sih ngomongnya si Alim main serobot terus ngajakin cewek itu jalan sampe malem.”
“Trus kalo si Alim dia bilang apaan?”
“Dia bilang dia itu nggak salah. Dia nggak pernah ngerebut cewek itu. Kalo gue sih, Bos, gue lebih percaya sama si Alim karena gue tau gimana sifatnya dia. Dia nggak mungkin ngelakuin gituan. Apalagi pas kejadian itu dia lagi sama gue.”
“Cari gara-gara rupanya anak buah NB.”
“Apalagi ternyata barang-barangnya si Alim juga diambil sama tuh anak. Dasar si Alimnya kaga’ bisa ngelawan, dia kasih aja semua uangnya.”
“Bodo banget sih tuh anak?! Sekarang lu kumpulin anak-anak. Kita samperin markasnya NB!” Perintah Rilo dengan penuh emosi. Bagaimanapun juga, ia tidak terima bila salah satu anak buahnya dituduh yang bukan-bukan. Apalagi itu anak buahnya yang paling nggak bisa ngapa-ngapain lagi! Penindasan itu namanya!

*****

“Heh yang namanya Wildan! Keluar lo!” Teriak Rilo begitu sampai di markas geng NB. Suara motor yang meraung-raung diikuti kepulan asap knalpot membuat suasana semakin terasa panas.
“Wey, welcome to my house, Bro. Ada apa nih tumben mampir ke sini?” Ucap ketua geng NB santai.
“Mana yang namanya Wildan?”
“Ada urusan apa lo sama anak buah gue?”
“Gue mau nuntut balesan sama dia! Lu sebagai ketua geng harusnya lu ajarin donk ke anak buah lu itu. Jangan suka nuduh orang sembarangan. Pake acara ngerampoksegala. Gak etika banget.” Ucap Rilo. Beberapa anak buah geng NB keluar dari markas mereka.
“Bos, itu yang namanya Wildan. Dia yang pake kaos oblong abu-abu sama topi putih.” Bisik Ryan pelan di telinga Rilo. Segera setelah menemukan sosok yang dicarinya, Rilo melangkah maju, mendekati cowok yang bernama Wildan itu. Buuk! Sebuah pukulan keras mendarat di mata kiri cowok itu.
“Apa-apaan nih? Siapa lo?” Tanya Wildan kaget dengan perlakuan Rilo padanya.
“Gue ketua HDN yang kemaren lu gebukin anak buahnya.”
“Oh si cecunguk itu? Jadi lo Bos-nya? Pantes aja dia cemen, Bos-nya aja juga cemen!” cemooh Wildan dengan nada seperti tak bersalah.
Amarah Rilo semakin naik dan memuncak. Ucapan Wildan seperti tamparan keras di telinganya. Tangannya mengepal kuat, dilayangkannya pukulan kerasnya pada Wildan. Baku hantam tak terelakkan lagi. Tawuran dua geng ini pun tak bisa dihindari lagi. Rilo sudah berada di garis depan, ia sudah mengalahkan lima anak buah geng NB.
Tanpa diketahui Rilo, salah satu anak buah NB mengeluarkan senjata tajamnya dan menerobos mendekatinya. Rilo yang tidak fokus pada orang itu langsung mendapat luka panjang dari sayatan pisau yang menyentuh tangannya. Sial! Umpat Rilo dalam hati. Tapi luka itu tidak membuatnya berhenti dari tawuran ini. Melihat ketuanya terluka, beberapa anak buah Rilo langsung melindunginya. Tapi sirene polisi membuyarkan konsentrasi mereka. Mereka kalang kabut berusaha melarikan diri, termasuk Rilo. Entah yang merasuki pikirannya saat itu, tiba-tiba saja ia bertemu dengan Ayumi. Ya, takdirlah yang mempertemukan mereka lagi.

 *****

#Bab Dua#

“Sini biar aku obatin,” Ucap Ayumi saat bersama Rilo di rumahnya. Cowok itu hanya meringis menahan rasa sakitnya. Dengan hati-hati ditempelkannya betadine ke luka di lengan kanan Rilo. “Sakit ya?” Tanyanya.
“Hehe, dikit kok.” Jawab Rilo. Dilihatnya sayatan panjang yang menghiasi lengannya.Untung gak dalem, katanya dalam hati. Ayumi mengobati luka-lukanya dengan sangat lembut, seperti takut akan menyakitinya. Rilo tersenyum. Tak pernah ada yang se-perhatian ini padanya. Tapi cewek ini, ia terasa begitu berbeda. Kalau cewek lain baik padanya karena menginginkan suatu hal, Ayumi tidak. Dia tulus padanya. Begitu polos dan lugu.
“Ayumi..”
“Hemm? Kenapa? Ada apa?”
“Mau gak kamu jadi temenku?”
“Tentu saja.” Jawab Ayumi sambil tersenyum. Ayumi merasa sangat bahagia. Baru kali ini dia merasakan perasaan yang seperti ini. Rilo, nama itu terus terngiang di pikiranAyumi. Cowok itu mampu membuat jantungnya berdegup kencang setiap bertemu.

*****

Ayumi : Rilo, kamu ngapain? Udah makan?
Rilo : Nongkrong sama anak-anak, Mi. Udah kok.
Ayumi : Em, ya udah..
Rilo : Ayumi ngapain? Kok malem-malem gini belum tidur?
Ayumi : Habis terapi, Lo.
Rilo : Terapi?
Ayumi : Iya. Udah dulu ya, Lo. Aku mau tidur. Met malem..
Rilo : Met malem juga .. Have a nice dream, Ayumi.
  Rilo tersenyum memandangi handphone-nya. Rasa bahagia menyelimuti hari-harinya kini. Tadi adalah percakapan via sms antara ia dan Ayumi. Sudah dua bulan ini ia dekat dengan Ayumi. Ayumi, orang yang membuatnya terasa berbeda.
“Ceilah si Bos senyam-senyum aja. Pasti gara-gara Ayumi lagi.” Celetuk Keceng melihat tingkah Rilo.
“Apaan sih lu !”
“Bos sekarang udah mulai berubah ya, jarang marah-marah , jarang mabuk, udah sering pulang ke rumah daripada ke sini. Udah beda deh Bos sekarang.”
“Masa’ sih?”
“Iya. Sejak Bos kenal Ayumi, Bos jadi gitu. Tapi kita semua seneng kok sama perubahan Bos. Bos bener-bener seorang pemimpin yang kita butuh. Bos bisa ngertiin temen, solidaritas tinggi. Wah pokoknya makin sip deh Bos sekarang!” Cerocos Keceng panjang lebar. Sebuah botol bekas minuman air mineral mendarat mulus di kepalanya. Membuatnya mengaduh kesakitan.
Memang benar yang dikatakan Keceng. Ada yang berubah dalam diri Rilo sejak mengenal Ayumi. Ayumi yang hangat bagaikan mentari mencairkan Rilo yang sebeku es kutub.

*****

Ayumi memandangi dirinya dalam cermin. Dia sedang bersiap-siap untuk pergi dengan Rilo. Setelah menyapukan bedak tipis ke seluruh wajahnya, dioleskannya lipgloss ke bibir mungilnya. Kemudian disisirnya rambut panjangnya pelan. Beberapa rambut yang rontok membuatnya tertegun.
Sudah separah inikah aku? Apakah sebentar lagi mata ini akan tertutup? Batinnya. Air mata mulai menetes dari mata sipit Ayumi. Memikirkan kembali tentang dirinya saat ini membuat dadanya terasa sesak.
Suara raungan motor membuatnya kembali tersadar. Itu pasti Rilo, ucapnya dalam hati. Segera dihapusnya air mata yang masih menempel di wajah ayunya. Disambarnya tas kecil dan ia segera berlari menghampiri Rilo.
“Hai,” sapa Rilo begitu melihat Ayumi muncul dari dalam rumahnya.
“Hai juga.”
“Udah siap ‘kan?” tanyanya lagi. Ayumi mengangguk mantap. “Yok berangkat.” Ucap Rilo sebelum mereka pergi.

*****

#Bab Tiga#

Rilo sangat bahagia malam ini. Ya, bahagia karena ia bisa melewatkan satu malam dengan Ayumi. Ia mengajaknya makan malam di sebuah bukit yang telah dirancangnya. Rilo tidak dapat melupakan senyum Ayumi yang tak kunjung pudar saat bersamanya. Apalagi Ayumi terlihat sangat cantik tadi. Ia juga teringat percakapannya dengan Ayumi saat di bukit.
“Rilo, aku boleh tanya sesuatu gak?”
“Boleh, tanya apa?”
“Tiap orang di dunia ini, pasti punya tujuan hidup. Mereka punya impian yang pasti ingin dicapai selama mereka hidup. Kalau Rilo, tujuan Rilo hidup apa?”
“Tujuan hidupku?” Rilo terdiam sebentar. “Kalau aku sih aku cuman pengen bahagia, Ayumi.”
“Bahagia?”
“Iya, aku cuman pengen hidup tentram, damai, bahagia sama orang yang aku sayang.”
Memang, itulah impian Rilo dalam hidup ini. Semenjak kedua orang tuanya sering bertengkar di rumah dan akhirnya bercerai, ia hanya menginginkan itu. Hanya itu.. Jujur dan tulus dari dalam hatinya.

*****

Ayumi termenung sendiri. Memikirkan semua yang pernah terjadi dalam hidupnya. Tentang hidupnya yang monoton, lalu sesuatu yang menggerogoti darahnya, terapi terapi yang dijalaninya. Dia memang ingin terus berjuang , tapi waktu sudah tak mengijinkannya. Di sisa-sisa waktu yang dimilikinya, Ayumi bertemu dengan Rilo, seseorang yang entah kenapa terasa berbeda bagi Ayumi. Dia tidak pernah menemukan seseorang seperti Rilo. Orang yang arogan, penuh emosi, tapi juga sangat solidaritas pada teman. Dia punya masa lalu kelam yang tak pernah Ayumi alami.
Mengingat Rilo, ia jadi ingat tentang impian cowok itu. Bahagia. Ya , Cuma itu. Dari sekian banyak orang-orang yang menginginkan banyak hal dalam hidup ini, dia hanya ingin bahagia. Tidak muluk-muluk, tidak juga terlalu tinggi impiannya, hanya sederhana saja.
Ayumi tahu siapa Rilo, orang yang memiliki segalanya. Orang yang memiliki segudang julukan karena perilakunya. Penguasa Jalanan, Jendral Medan Perang, Playboy, dan lainnya. Ayumi sadar Rilo berbeda dengan dirinya. Kenakalan remaja yang menguasai Rilo, kehidupan penuh tantangan yang dijalaninya, sangat bertolak belakang dengan hidupnya yang seperti ini. Hanya makan minum, jalan-jalan, terapi, tidak boleh terlalu capek. Sungguh ia merasa muak dengan jalan hidupnya ini.
Kadang Ayumi merasa kalau dia tidak berguna, tidak bisa melakukan apapun untuk orang lain. Tidak bisa sekolah, tidak bisa membanggakan orang tuanya dengan prestasi, tidah bisa membuat mereka tersenyum. Yang ada hanya membuat mereka khawatir dengan penyakit yang dideritanya. Ayumi ingin sekali saja merasa berguna untuk orang lain. Apa yang harus kulakukan? Apa yang bisa aku lakukan? Tanya Ayumi dalam hati. Tiba-tiba terlintas sesuatu di pikirannya.
“Bahagia..” gumamnya pelan.

*****

Rilo berdiri di samping motornya. Tangannya menggenggam erat sebuah tongkat kayu. Dipandangnya musuhnya dengan tatapan tajam. Amarah sedang merajai hati dan pikirannya. Hari ini gengnya bertemu dengan geng LAC. Permasalahan yang terjadi diantara keduanya membuat suasana diantara mereka memanas hingga memuncak pada saat ini. Beberapa anak buahnya sedang berbicara dengan beberapa anak buah musuhnya itu. Sedetik kemudian, adu mulut itu berubah menjadi baku hantam kecil. Melihat salah satu temannya dikeroyok, anak buah Rilo maju menyerang. Tawuran! Itulah yang terjadi sekarang. Rilo hanya diam, masih mengawasi dari motornya saja. Dia sedang mengincar seseorang. Matanya berkutat pada gerombolan manusia yang sedang berkelahi itu. Tap! Rilo menemukan orang itu. Segera diterobosnya kawanan tawuran itu dan kini ia sudah berada di depan musuh utamanya.
Raut wajah kaget tampak jelas di wajah musuh Rilo. Rilo tersenyum sinis. Lalu melayangkan pukulan-pukulannya pada wajah musuhnya itu. Tawuran itu semakin lama semakin memanas. Rilo terus menghajar musuhnya itu sampai dia terkapar di tanah. Kini ia merasa menang. Berhasil mengalahkan musuh utamanya selama ini.

*****

“Kamu sudah berulang kali melanggar tata tertib di sekolah ini. Poin kamu sudah hampir 100. Apa kamu sudah tidak niat untuk sekolah di sini? Saya rasa kamu memang tidak pernah kapok untuk melanggar tata tertib sekolah ini.” Kata Kepala Sekolah pada Rilo. Dia sedang mendapatkan ceramah panjang lebar karena lagi-lagi melanggar tata tertib sekolah. Kepala Sekolahnya menghela nafas berat. Seperti sudah lelah menghadapi tingkah Rilo.
“Kamu saya skorsing seminggu, dan kalau kamu melanggar sekali lagi saya keluarkan kamu dari sekolah ini.” Ujar Kepala Sekolah lagi sambil memberikan surat skorsing pada Rilo. Rilo cuek. Tidak peduli dengan ucapan kepala sekolahnya itu. Ia keluar dari ruangan itu dan menuju kelasnya.
Sedang di kelas, teman sekaligus anak buah Rilo sedang berdiskusi tentang nasib Bos mereka itu. Mereka tahu Bos mereka itu sedang dipanggil Kepala Sekolah karena masalah pelanggaran. Keputusan D.O. juga menghampiri Bos mereka. Mereka membuat sebuah kesepakatan, kalau sampai Rilo dikeluarkan dari sekolah, maka mereka juga akan keluar. Mereka tidak akan membiarkan pemimpin yang paling mereka hormati itu dikeluarkan sendirian. Mereka akan terus bersamanya, berada disampingnya dalam suka maupun duka. Solidaritas, kawan!
*****

“Kamu kenapa? Kok tumben gak sekolah?” Tanya Ayumi saat Rilo datang ke rumahnya.
“Aku di-skors.” Jawab Rilo santai.
“Di-skors?” Rilo hanya mengangguk. Ayumi kaget setengah mati. Tak disangkanya Rilo akan sampai di-skors oleh sekolahnya. “Kenapa?” Tanyanya lagi.
“Ya biasa, Mi. Masalah tawuran.”
“Kamu tawuran sampai harus di-skors?”
“Iya.”
“Ya ampun Rilo.. Kamu itu harusnya bersyukur dong bisa sekolah. Masih banyak anak lain yang gak bisa sekolah dan ingin sekolah. Kamu yang punya kesempatan malah menyia-nyiakannya.”
“Iya, Mi. Aku tau kok.”
“Udah deh terserah kalau kamu mau gitu terus. Aku gak mau temenan sama kamu lagi.” Kata Ayumi ngambek.
“Loh, ya jangan dong.. Kamu harus jadi temen aku.. Wajib! Selamanya harus jadi temen aku, Ayumi!”
“Kalau aku gak mau?”
“Harus mau.”
“Maksa.”
“Biarin. Lha aku suka sama kamu kok.”
“Ha? Suka?”
*****

Ayumi masih tidak percaya dengan pendengarannya barusan. Suka? Rilo? Rilo suka padanya? Apa nggak salah? Ayumi menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha tidak mempercayainya. Nggak, nggak mungkin. Dia nggak boleh suka sama aku, katanya dalam hati.
Air mata Ayumi menetes sekali lagi. Ditekannya kuat-kuat perasaan yang berkecambuk sekarang. Perasaan yang bercampur aduk dalam benaknya membuatnya ingin menangis. Antara senang dan sedih. Hatinya senang karena baru kali ini ada cowok yang mengatakan suka padanya. Tapi Ayumi juga sedih karena ia tahu ia tidak akan bisa membahagiakan Rilo bila cowok itu bersamanya. Itu adalah hal yang paling tidak mungkin ia lakukan. Bersama Rilo hanyalah impian kosong. Tidak akan pernah terwujud.
Tuhan.. Harus bagaimanakah aku? Apa yang harus aku lakukan? Jerit Ayumi dalam hatinya.

*****

#Bab Empat#

“Gue gak bisa, Yan! Gue udah janji sama Ayumi kalo gue gak akan ikut tawuran lagi!” teriak Rilo saat Ryan memintanya untuk ikut tawuran melawan geng BAT.
“Plis, gue mohon Bos! Sekali ini aja! Kelompok kita gak bakalan bisa ngelawan mereka tanpa elu, Bos!”pinta Ryan.
Otak Rilo berusaha berpikir keras. Nasib anak buahnya ada di tangannya sekarang. Ketua geng BAT menginginkan dia turun ke medan perang untuk melawannya. Tapi itu tidak mungkin. Tidak mungkin ia melakukannya sedangkan ia sudah berjanji pada Ayumi tidak akan melakukan tawuran lagi.
Tidak ingin mengingkari janjinya, tapi Rilo juga tidak ingin mengorbankan teman-temannya. Tiba-tiba terlintas sebuah pikiran di otaknya. Dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Rilo tersenyum puas. Dibisikkannya rencana yang ada di otaknya itu pada Ryan. Ryan mengangguk-angguk setuju. Dia pun segera melaksanakan peritah Bosnya barusan.
*****

“Ayumi, aku minta ijin ya,” Pinta Rilo pada Ayumi saat ia mampir ke rumahnya. Malam itu, ia akan pergi melawan ketua geng BAT. Bukan dengan kekerasan, tapi dengan adu kecepatan.
“Kamu mau kemana?”
“Aku mau balapan sama musuhku, Mi. Ini demi teman-temanku.” Rilo menceritakan semua yang terjadi pada Ayumi. Ayumi menghela nafasnya. Dia tahu dia harus membiarkan Rilo pergi membela teman-temannya. Rasa solidaritasnya tidak akan bisa dihentikan Ayumi.
“Oke, kamu boleh pergi. Tapi aku ikut ya?”
“Kamu ikut?” tanya Rilo tidak percaya. Ayumi mengangguk.
“Aku ingin melihat kamu waktu settingan. Boleh ‘kan?”
“Baiklah. Tapi nanti kamu ditemani anak buahku ya, mereka baik kok.” Ayumi mengangguk sekali lagi. Entah apa yang sedang diinginkannya. Ia hanya mengikuti apa kata hatinya.
*****

“Jadi kamu cewek yang udah berhasil bikin Bos berubah?” tanya Ryan saat bersama Ayumi. Dia dan Keceng ditugaskan Rilo untuk menjaganya. Ayumi hanya tersenyum.
“Ternyata memang cantik, baik lagi. Pantes Bos kecantol.” Celetuk Keceng.
Balapan sudah akan dimulai. Ayumi berdiri di tepi jalanan deng tetap ditemani Ryan dan Keceng. Ditatapnya Rilo yang sudah bersiap di tengah jalan dengan motor kesayangannya. Ayumi memberikan senyumnya dan Rilo pun membalasnya.
“Kamu harus menang ya!” ucap Ayumi tanpa mengeluarkan suara. Rilo hanya mengangguk menjawabnya.
Bersamaan dengan saputangan yang terbang melayang di udara, kedua motor itu melaju dengan kecepatan tinggi. Rilo berhasil memimpin lebih dulu, tapi persaingan sangat ketat. Berkali-kali musuhnya berhasil mendahului Rilo. Tapi Rilo terus berusaha menjadi yang terdepan. Demi harga dirinya. Demi nasib anak buahnya. Demi Ayumi yang menantinya.

*****

“Makasi, Bos! Berkat Bos kita semua selamat dari ancamannya BAT.” Ucap Ryan saat Rilo sudah menyelesaikan balapan. Rilo menang, dan disambut sorak gembira anak buahnya.
Rilo tidak menggubris ucapan Ryan ataupun yang lain. Pandangannya tertuju pada Ayumi. Ia sedang berdiri sendiri disamping sebuah pohon.
“Selamat ya, kamu akhirnya menang.” Ucap Ayumi saat Rilo menemuinya.
“Ini ‘kan berkat kamu juga Ayumi.”
“Kok aku?”
“Iya, karena ada kamu di sini makanya aku jadi semangat dan bisa menang.”
“Ah kamu bisa aja, Lo.”
Tawa menderai dari dua anak Adam dan Hawa ini. Mereka bercanda dan tertawa bersama. Anak buah Rilo pun ikut bergabung dengan mereka. Sebuah kehangatan hubungan muncul diantara mereka semua. Hingga tiba saat Ayumi melihat suatu kejanggalan.
Ayumi melihat mata yang menatap tajam ke arah seseorang yang ada dihadapannya. Mata itu adalah mata yang penuh amarah kebencian. Dilihatnya orang itu mengeluarkan sebuah benda. Ayumi ingin mengatakannya, tapi suaranya tak terdengar sama sekali. Yang dilakukannya kemudian, sungguh tidak pernah disangka oleh semua orang. Termasuk oleh Rilo.

*****

Rilo menatap hampa tanah yang ada di depannya. Kesedihan dan rasa kehilangan masih menyelimuti tubuh sepinya. Tanah ini masih basah, masih tercium bau wangi bunga yang tertabur di atasnya. Disentuhnya batu nisan di hadapannya ini dengan sangat lembut.


AYUMI KURAN
Lahir : 23 Oktober 1994
   Wafat: 05 Juni 2011


Tetes-tetes air mata mengalir dari mata Rilo. Ia tidak menyangka bahwa ia akan ditinggalkan oleh Ayumi. Bahkan sebelum sempat ia mengatakan perasaannya pada cewek itu. Cewek yang diam-diam menempati hatinya. Rilo merasa bersalah ketika ia ingat kejadian di malam itu. Kejadian yang membuat ia kehilangan Ayumi untuk selamanya.
Ayumi berjalan ke arah Rilo. Lalu menukar posisinya dengan Rilo secepat kilat. Rilo tidak mengerti apa maksud Ayumi. Tapi sedetik kemudian.. Door! Sebuah tembakan melesat cepat ke arah Ayumi dan tepat mengenai punggungnya. Rilo tersentak kaget. Ditangkapnya tubuh Ayumi yang limbung. Anak buah Rilo yang tahu itu perbuatan BAT segera mengurusnya.
Ayumi.. Ayumi..” Teriak Rilo parau. Kalut menghampiri hatinya. Takut terjadi sesuatu dengan Ayumi.
Rilo...” Ucap Ayumi dengan nafas terengah-engah. “Makasi selama ini kamu udah temenin aku.. Udah menghiasi hari-hari terakhirku...” Ayumi berhenti berbicara sebentar. Diambilnya nafas yang mulai sulit masuk ke dalam tubuhnya.”Maaf aku nggak bisa berguna buat kamu... Cuma ini yang bisa aku lakuin buat kamu, Lo..”
Sssttt..... Udah jangan ngomong apa-apa lagi..” Pinta Rilo. Ayumi menggeleng keras.
Aku harus mengatakan ini sekarang... Kalau enggak, aku akan menyesal... Aku.. Aku sayang kamu Rilo.. Aku nggak menyesal melakukan ini untuk kamu.. Aku bahagia bisa berguna buat kamu di saat terakhirku.. Aku sayang kamu tulus dari hatiku..”

Kalimat terakhir itu terus terngiang di pikiran Rilo. Apalagi ibu Ayumi menyerahkan buku diary Ayumi padanya. Katanya, itu adalah permintaan terakhir dari Ayumi menjelang hari-hari terakhirnya.
Dari buku itu Rilo tau semuanya. Perasaan Ayumi padanya, penyakit yang dideritanya, yang tak pernah diketahuinya. Ayumi menderita Leukimia stadium akhir. Terapi-terapi yang telah dijalaninya hanya mampu menghambat pertumbuhan penyakitnya, bukan menyembuhkannya. Rilo menyesal tidak pernah tahu tentang kehidupan Ayumi. Rasa bersalahnya juga makin besar saat ia membaca tulisan terakhir dari Ayumi di diary-nya.

Aku pernah berkata..
“Dalam hidup ini, kita pasti punya tujuan hidup.. Nggak tua, nggak muda, pasti mereka punya sesuatu yang ingin dicapai..”
Dan aku bertanya pada cowok itu..
“Apa tujuan hidupmu?”
Dia menjawab,”Bahagia.”
Dari ribuan orang , jutaan manusia yang ada di dunia ini, mereka menginginkan hal yang sangat tinggi. Setinggi langit yang ada di angkasa. Tapi dia tidak.. Dia sangat berbeda..
Dia hanya punya impian yang sesederhana itu.. Mendengarnya.. Membuatku menenukan tujuan hidupku...Ya, di ujung waktuku yang kian berkurang ini, aku sudah menemukan apa yang aku inginkan..
Aku ingin mewujudkan impiannya.. Mengabulkan mimpi-mimpinya sebisa mungkin..
Aku ingin berguna.. Aku ingin membuatmu bahagia.. Aku ingin membuat satu-satunya orang yang aku cintai di dunia ini bahagia.. Rilo Davichio.. Kamulah alasan aku hidup di waktu yang kian sempit ini..

Ayumi Kuran Love Rilo Davichio... Forever....

#END#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar